Ketika Dimensi Kehidupan Bergerak ke Revolusi Bumi yang Berbeda

Rabu, 30 April 2014

Sudah Malam atau Sudah Tahu?


Aku masih bekutat dengan tugas-tugas kuliahku. Bolpoin masih dalam genggaman, kertas-kertas yang berisikan tulisan tanganku berserakan di meja. Kutengok jam yang bertengger di tembok bercat putih, pukul 01.13 WIB. Sudah malam, teras perpustakaan kampus sudah nampak sepi hanya ada dua orang yang duduk agak jauh dari tempatku. Inilah kewajibanku sebagai mahasiswa, menyelesaikan tugas-tugas dari dosen yang tak kenal waktu. Literatur setebal bantal tidurku sudah enggan kubaca lagi. Dengan kacamata yang melorot dan bertengger di hidung, aku mengedip-kedipan mataku menahan kantuk. Semilir angin kurasakan di belakang tekukku, mencolek leherku dan mengombang-ambingkan mentalku. Kutepis pikiran yang tidak-tidak dalam otakku. Kurasakan ada yang menepuk pundakku, “Sel!!” suara yang tak asing lagi bagiku. Kutoleh ke belakang ternyata Rina teman satu jurusanku,
“Kamu bikin aku kaget. Kamu kok ada di sini?”
“Iya tadi aku di dalem, cari wi-fi. Kamu masih lama?”
“Enggak kok, kurang beberapa point lagi dan selesai.”
Rina duduk di sampingku, “Aku temenin deh. Biar pulangnya bisa barengan.”
Tiba-tiba seorang perempuan datang menghampiri kami, “Boleh aku duduk, disini?” perempuan itu meminta ijin kepada kami. Rina menggangguk sambil tersenyum, “Silahkan.” Aku memandangnya sebentar lalu menulis kembali. “Lagi ngerjain tugas juga?” tanya Rina pada perempuan itu. “Iya.” Jawabnya sambil tersenyum sambil membuka bukunya. Aku merasakan hawa dingin yang menusuk kulitku, kulihat wajah perempuan itu lagi, pucat. Selembar kertas milikku terjatuh karena tertiup angin, terpaksa aku berjongkok untuk mengambilnya dan tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Perempuan ini, kakinya menggelantung tak menginjak tanah, ada yang aneh. Bukan, bukan kakinya menggelantung tapi telapak kakinya tak ada. Aku menelan ludah, keringat dingin mengucur. Segera kuambil kertasku dan ku masukkan ke dalam tas, “Ayo Rin, kita pulang.” Ajakku. “Kok pulang?” tanya perempuan itu. “I… iya, su, sudah malam.” Kataku terbata-bata. Aku menggandeng tangan Rina, kudengar perempuan itu berkata, “Sudah malam atau sudah atau sudah tahu…” aku mengajak Rina berlari sekencang mungkin.


Pasir-pasir lembut
Menyatu dengan air
Menggila dengan alam
Tertarik oleh angin
Terhembus nafas
Udara ini, alam ini
Kaki ini, jemari ini
Masih sanggup melangkah
Merasakan pasir, semilir air dan aliran angin
Merasakan hegemoni alam
Fatamorgana?
Bukan ini nyata
Ini alam, ini keindahan, ini kekayaan
Saat waktu terus berdentang
Musim terus bergulir
Alam ini selalu ada
Berdiri kokoh menantang maut
Menyambut orang-orang alam
Khalifah kehidupan
Khalifah Lingkungan
Khalifah Alam
(J-111 Kimia ITS/1 Mei 2015/11:41)